SEMOGA INFORMASI INI BERGUNA BUAT ANDA

16 Februari 2009

Perlindungan Saksi Dalam Pemberantasan Korupsi

Dalam suatu perkara pidana yang sedang diproses oleh pihak penegak hukum, pada prinsipnya keberadaan saksi sangat menentukan sekali. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa berhasil atau tidaknya pemberantasan tindak pidana korupsi salah satunya ditentukan pula oleh keberadaan aturan mengenai saksi dan perlindungan saksi. Saksi dan perlindungan saksi adalah dua instrument yang sangat penting. Tanpa kehadiran saksi sangat sulit memulai proses hukum dalam tindak pidana korupsi, baik mulai dari penyelidikan, penyidikan serta penuntutan hingga penjatuhan hukuman (vonis).

Menurut Pasal 1 butir ke 26 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dimaksud dengan saksi adalah Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Pada umumnya saksi dalam kasus tindak pidana korupsi biasanya enggan untuk memberikan kesaksiannya karena belum ada terdapat instrument hukum yaitu berupa perlindungan saksi yang memadai dalam perundang-undangan kita. Secara signifikan kita semua maklum bahwa para pelaku tindak pidana korupsi, terutama dalam kasus-kasus korupsi besar (big corruption) biasanya dilakukan oleh beberapa orang atau oleh orang-orang yang berpengaruh baik karena kekuasaannya (powers) maupun kemampuan finansialnya didalam masyarakat.

Memang di satu sisi negara mengharapkan pertisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi seperti yang tercantum pada Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah menjadi Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu pemerintah menghargai mereka yang berperan serta dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun di sisi lain tidak tersedia kecukupan instrument hukum yang mengatur tentang perlindungan saksi dalam suatu tindak pidana korupsi khususnya dan tindak pidana kejahatan lain pada umumnya.
Saksi tanpa adanya instrument hukum perlindungan saksi dimungkinkan bisa terkena serangan balik berupa tuntutan pencemaran nama baik (defamation) oleh si pelaku tindak pidana itu sendiri. Belum tersedianya ketentuan hukum mengenai perlindungan saksi di dalam kasus-kasus korupsi sangat terkait erat dengan kebijakan politik (political will) dari penyelenggara negara baik di kalangan eksekutif maupun legislatif serta yudikatif dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Tanpa saksi dalam pengungkapan suatu tindak pidana umumnya dan tindak pidana korupsi khususnya dapat mengakibatkan tidak terungkapnya kasus korupsi tersebut dengan sempurna dan dapat membuat kasus tersebut tidak terselesaikan dengan tuntas, dan sewajarnyalah bila saksi mendapatkan perlindungan di depan hukum karena perannya dalam mengungkap suatu tindak pidana kejahatan.

Dalam Penjelasan Pasal 159 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dijelaskan bahwa menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Bila kita perhatikan ketentuan Pasal 159 (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut, maka apabila seseorang yang tidak bersedia menjadi saksi akan mendapatkan ancaman pidana dari negara, dimana menurut semestinya tiap orang yang menjadi saksi hendaknya secara sukarela mau memenuhi kewajiban hukumnya tersebut.

Sehubungan dengan perlindungan saksi, menurut ketentuan Pasal 15 huruf a Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 27 Desember 2002, sebenarnya mewajibkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan perlindungan terhadap saksi yang menyampaikan laporannya atau memberikan keterangan dalam kasus-kasus korupsi. Akan tetapi ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini tidak merinci secara tegas dan jelas dengan mekanisme yang bagaimana perlindungan saksi yang dimaksudkan, karena perundang-undangan yang ada tidak menyebutkan jaminan hukum bagi saksi dalam mengungkapkan suatu kasus tindak pidana korupsi. Misalnya jaminan untuk tidak dituntut balik atas laporan atau kesaksian yang diberikan. Sehingga diharapkan pemerintah berkewajiban untuk dapat segera menindak lanjutinya dengan membuat suatu aturan hukum yang tegas dan jelas agar keberadaan saksi dalam hal mengungkap suatu kejahatan mendapat perlindungan hukum dari negara. Begitu pula hendaknya perlindungan terhadap saksi yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan dalam terjadinya tindak pidana korupsi baik sejak tingkat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai pemeriksaan di sidang pengadilan.

Merupakan salah satu indikasi juga di dalam dunia peradilan kita, bahwa salah satu hal yang menyebabkan perkara tindak pidana korupsi tidak banyak disidangkan adalah tidak terdapatnya aturan hukum mengenai jaminan terhadap Perlindungan Saksi baik di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 maupun dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku saat ini.

1 komentar:

  1. Why casinos are rigged - Hertzaman - The Herald
    In jancasino the UK, casino games are bsjeon rigged and there is evidence of 토토 사이트 fraud, crime or disorder or an individual's involvement. There ventureberg.com/ are 바카라 also many

    BalasHapus