SEMOGA INFORMASI INI BERGUNA BUAT ANDA

22 Agustus 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department.
Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Departemen Sumber Daya Manusia Memiliki Peran, Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab :
1. Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja / Preparation and selection
a. Persiapan
Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perkiraan / forecast akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya.
Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain sebagainya.
b. Rekrutmen tenaga kerja / Recruitment
Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan. Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan / job description dan juga spesifikasi pekerjaan / job specification.
c. Seleksi tenaga kerja / Selection
Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup / cv / curriculum vittae milik pelamar. Kemudian dari cv pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja / interview dan proses seleksi lainnya.
2. Pengembangan dan evaluasi karyawan / Development and evaluation
Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi.
3. Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai / Compensation and protection
kompensasi adalah imbalan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau perusahaan. Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan kepada pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tenang sehingga kinerja dan kontribusi perkerja tersebut dapat tetap maksimal dari waktu ke waktu. Kompensasi atau imbalan yang diberikan bermacam-macam jenisnya yang telah diterangkan pada artikel lain pada situs organisasi.org ini.

03 Agustus 2009

Berantas Korupsi Tilang...

Ini adalah pengalaman seseorang yang di tulis dalam sebuah email dan di forward kan kepada saya. semoga ini bermanfaat bagi anda yang mengunjungi blog dan membaca tulisan ini...

Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.

**Polisi (P) : Selamat siang mas, bisa lihat Sim dan STNK ?
**Sopir (Sop) : Baik Pak ..
**P : Mas tau kesalahannya apa ?
**Sop : Gak Pak.

**P : Ini nomor polisinya gak seperti seharusnya (sambil nunjuk ke plat nomor taksi
yang memang gak standar) sambil langsung mengeluarkan jurus sakti mengambil
buku tilang, lalu menulis dengan sigap.
**Sop : Pak jangan ditilang deh. Wong plat aslinya udah gak tau ilang kemana.
Kalo ada pasti saya pasang..

**P : Sudah saya tilang saja. Kamu tau gak banyak mobil curian sekarang ?
(dengan nada keras !!)
**Sop : (Dengan nada keras juga) Kok gitu ! Taksi saya kan ada STNKnya Pak.
Iini kan bukan mobil curian !

**P : Kamu itu kalo dibilangin kok ngotot (dengan nada lebih tegas).
Kamu terima aja surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna MERAH).
**Sop : Maaf, Pak saya gak mau yang warna MERAH suratnya.
Saya mau yang warna BIRU aja.

**P : Hey ! (dengan nada tinggi),
kamu tahu gak sudah 10 hari ini form biru itu gak berlaku !
**Sop : Sejak kapan Pak form BIRU surat tilang gak berlaku ?

**P : Ini kan dalam rangka OPERASI, kamu itu gak boleh minta form BIRU.
Dulu kamu bisa minta form BIRU, tapi sekarang ini kamu gak bisa.
Kalo kamu gak mau, ngomong sama komandan saya (dengan nada keras dan ngotot)
**Sop : Baik Pak, kita ke komandan Bapak aja sekalian
(dengan nada nantangin tuh polisi)

Dalam hati saya, berani betul sopir taksi ini..
**P : (Dengan muka bingung) Kamu ini melawan petugas ?
**Sop : Siapa yang melawan ? Saya kan cuman minta form BIRU.
Bapak kan yang gak mau ngasih

**P : Kamu jangan macam-macam yah. Saya bisa kenakan pasal melawan petugas !
**Sop : Saya gak melawan ? Kenapa Bapak bilang form BIRU udah gak berlaku ?
Gini aja Pak, saya foto bapak aja deh.
Kan bapak yang bilang form BIRU gak berlaku (sambil ngambil HP)

Wah ... wah .... hebat betul nih sopir ! Berani, cerdas dan trendy. Terbukti dia mengeluarkan HPnya yang ada kamera.

**P : Hey ! Kamu bukan wartawan kan ? Kalo kamu foto saya,
saya bisa kandangin (sambil berlalu).
Kemudian si sopir taksi itu pun mengejar polisi itu
dan sudah siap melepaskan shoot pertama
(tiba-tiba dihalau oleh seorang anggota polisi lagi)

**P 2 : Mas, anda gak bisa foto petugas sepeti itu.
**Sop : Si Bapak itu yang bilang form BIRU gak bisa dikasih
(sambil tunjuk polisi yang menilangnya)

Lalu si polisi ke 2 itu menghampiri polisi yang menilang tadi. Ada pembicaraan singkat terjadi antara polisi yang menghalau si sopir dan polisi yang menilang. Akhirnya polisi yang menghalau tadi menghampiri si sopir taksi.

**P 2 : Mas, mana surat tilang yang merahnya? (sambil meminta)
**Sop : Gak sama saya Pak. Masih sama temen Bapak tuh
(polisi ke 2 memanggil polisi yang menilang)

**P : Sini, tak kasih surat yang biru (dengan nada kesal)
Lalu polisi yang nilang tadi menulis nominal denda sebesar Rp.30.600
sambil berkata : Nih kamu bayar sekarang ke BRI !
Lalu kamu ambil lagi SIM kamu disini. Saya tunggu.

**S : (Yes !!) OK Pak ! Gitu dong, kalo gini dari tadi kan enak.

Kemudian si sopir taksi segera menjalankan kembali taksinya sambil berkata pada saya, : Pak, maaf kita ke ATM sebentar ya . Mau transfer uang tilang . Saya berkata :
"Ya, silakan."

Sopir taksi pun langsung ke ATM sambil berkata, "Hatiku senang banget Pak, walaupun di tilang, bisa ngasih pelajaran berharga ke polisi itu. Untung saya paham
macam-macam surat tilang.

Tambahnya, : "Pak kalo ditilang kita berhak minta form biru, gak perlu nunggu 2 minggu untuk sidang. Jangan pernah pikir mau ngasih DUIT DAMAI ! Mending bayar mahal ke negara sekalian daripada buat oknum.

Dari obrolan dengan sopir taksi tersebut dapat saya infokan ke Anda sebagai berikut :


**SLIP MERAH, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan dan mau membela diri secara hukum (ikut sidang) di pengadilan setempat. Itu pun di pengadilan nanti masih banyak calo, antrian panjang dan oknum pengadilan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilai tilang. Kalau kita tidak mengikuti sidang, dokumen tilang dititipkan di kejaksaan setempat.. Disini pun banyak calo dan oknum kejaksaan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilang...
**SLIP BIRU, berarti kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. Kita tinggal transfer dana via ATM ke nomer rekening tertentu (kalo gak salah norek Bank BUMN).

Sesudah itu kita tinggal bawa bukti transfer untuk ditukar
dengan SIM/STNK kita di Kapolsek terdekat di mana kita
ditilang.

*You know what ? Denda yang tercantum dalam KUHP
*Pengguna Jalan Raya tidak melebihi 50ribu ! Dan dananya RESMI MASUK KE KAS NEGARA.

Hati-hati ketika menerima slip biru jangan sampai cuma ditulis pasalnya aja , lihat juga dendanya harus ditulis, soalnya bank BRI tidak tahu jumlah tabel dendanya per pasal, ujung-unjungnya mesti ngambil simnya ke kantor polisi secara damai....... ..
Untuk deiketahui tiap2 kota juga tabel dendanya berbeda-beda. ...di BRI (smg) no rek ditlantas Mabes POLRI juga ditulis di Kalender kecil dekat transferan sehingga agak susah nyarinya...

*Berantas korupsi dari sekarang ! *

20 Juli 2009

Bank Syariah Menjadi Pilihan Lembaga Keuangan

Eksistensi Bank Syariah di Indonesia secara formal telah dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun, harus diakui bahwa undang-undang tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena masih menggunakan istilah Bank Bagi Hasil. Pengertian Bank Bagi Hasil yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian Bank Syariah yang relatif lebih luas dari Bank Bagi Hasil. Karena pengertian Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bertransaksi secara Islam. Bank Syariah dalam menjalankan operasionalnya atau bertransaksi tidak hanya berdasarkan bagi hasil saja melainkan juga didasarkan prinsip transaksi lainnya yang memang berlandaskan ajaran islam, seperti jual beli, persewaan, gadai dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian Bank Bagi Hasil itu sendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 Tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil adalah bank yang operasionalnya hanya didasarkan atas bagi hasil saja dan tidak diikuti oleh prinsip operasional lainnya. Disamping itu, hingga tahun 1998 belum terdapat ketentuan operasional yang lengkap yang secara khusus mengatur kegiatan usaha bank syariah.

Amandemen terhadap Undang-Undang No. 7 tahun 1992 yang melahirkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) yang segera diikuti dengan diterbitkannya sejumlah ketentuan operasional dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia telah memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Karena dalam undang-undang tersebut telah disebutkan secara jelas tentang keberadaan Bank Syariah, yakni dalam Pasal 1 angka (3) dan (4), yang tidak lagi disebutkan sebagai Bank Bagi Hasil melainkan Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Islam. Selain itu juga untuk menindak lanjuti ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang khusus mengatur tentang Bank Syariah, yaitu Suarat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR/1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004 (selanjutnya disebut Undang-Undang Bank Indonesia) juga menugaskan Bank Indonesia untuk menyiapkan perangkat ketentuan dan fasilitas penunjang lainnya yang mendukung operasional Bank Syariah. Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Bank Indonesia tersebut selanjutnya menjadi dasar hukum bagi keberadaan dual banking system di Indonesia. Dual banking system yang dimaksud adalah adanya dua sistem perbankan yaitu konvensional dan syariah secara berdampingan dalam memberikan pelayanan jasa perbankan bagi masyarakat yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Krisis ekonomi yang terjadi sejak akhir 1997 membuktikan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip syariah dapat bertahan di tengah gejolak nilai tukar dan tingkat suku bunga yang tinggi. Kenyataan tersebut ditopang oleh karakteristik operasi Bank Syariah yang melarang bunga, transaksi yang bersifat tidak transparan dan spekulatif. Dengan kenyataan tersebut, pengembangan perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan ketahanan sistem perbankan nasional yang pada gilirannya juga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi nasional di masa mendatang.

Pentingnya pengaturan perbankan syariah didasarkan pada pertimbangan bahwa Bank Syariah merupakan bagian dari sistem perbankan yang mempunyai sejumlah perbedaan dibandingkan dengan bank konvensional. Perbankan syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang secara otomatis adanya penanggungan risiko kerugian bersama baik di pihak bank maupun debitur, memang dilahirkan untuk mengisi kelemahan perbankan konvensional selama ini. Penulis sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh pengamat hukum Perbankan, terhapat lima hal kelemahan bank konvensional yang secara tidak langsung timbul atau dihasilkan oleh penerapan sistem bunga. Walaupun keberadaan perbankan konvensional jauh lebih tua, ternyata bank konvensioanal tidak dapat berbuat banyak terhadap efek dari penerapan sistem bunga tersebut. Kelima kelemahan bank konvensional tersebut meliputi:
1. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis. Sebab, dalam bisnis, hasil dari setiap perusahaan selalu tidak pasti. Peminjam sudah berkewajiban untuk membayar tingkat bunga yang disetujui walaupun perusahaannya mungkin rugi. Meskipun perusahaan untung, bisa jadi bunga yang harus dibayarkan melebihi keuntungannya. Hal ini jelas bertentangan dengan norma keadilan.

2. Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut bunganya membuat bank cemas untuk mengembalikan pokok dan bunganya. Oleh sebab itu, demi keamanan, mereka hanya mau meminjamkan dana bagi bisnis yang sudah benar-benar mapan dan sukses, sementara mereka yang memiliki potensi tertahan untuk memulai usahanya. Ini menyebabkan tidak seimbangnya pendapatan dan pemerataan kesejahteraan.

3. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan. Hal ini berdampak pada hilangnya potensi produktif masyarakat secara keseluruhan, selain dengan pengangguran sebagian besar orang.

4. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh usaha kecil. Para pengusaha kecil yang tidak memiliki simpanan dana memadai akan selalu takut melakukan inovasi baru bagi dunia usahanya, karena ia kuatir bila inovasi itu gagal, maka ia harus mengembalikan utang berikut bunganya yang memberatkan.

5. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga mereka.

Berkaca pada lima kelemahan tersebut, perbankan syariah yang berbasis bagi hasil yang menolak sistem bunga, bermaksud benar-benar menjembatani kegiatan perekonomian secara transparan dan seimbang, yang selama ini kurang diperhatikan oleh perbankan konvensional. Dalam sistem perbankan konvensional, selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi penyekat antara keduanya karena tidak adanya distribusi secara adil risiko dan keuntungan. Tidak demikian halnya perbankan syariah, di mana ia menjadi manajer investasi, wakil atau pemegang amanat dari pemilik dana atas investasi di sektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan risiko dunia usaha atau pertumbuhan ekonomi secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga menciptakan suasana saling percaya.

Para nasabah harus mampu mengetahui dan membedakan kelebihan dari bank syariah terhadap bank konvensional terutama dari produk yang ditawarkan seperti sistem bagi hasil (mudharabah) atau (musyarakah) jual beli (murabahah) persewaan biaya administrasi dan lain-lain.

Prinsip bagi hasil profit sharing merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah bagi hasil (al-mudharabah). Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra terhadap nasabah, baik penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai ‘pengelola’, sedangkan penabung bertindak sebagai ’penyandang dana’. Antara keduanya diadakan perjanjian bagi hasil (akad mudharabah) yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.

Disisi lain, dengan pengusaha atau peminjam dana, bank syariah akan bertindak sebagai penyandang dana, baik yang berasal dari tabungan/deposito/giro maupun dana bank sendiri berupa modal pemegang saham. Sementara itu, pengusaha atau peminjam akan berfungsi sebagai pengelola karena melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank.

Dengan demikian dalam perbankan syariah, si penabung merupakan mitra bank sekaligus investor bagi bank itu. Sebagai investor ia berhak menerima hasil investasi bank itu. Hasil yang diperoleh penabung naik dan turun secara proporsional, mengikuti perolehan banknya. Muamalah berdasarkan konsep kemitraan dan kebersamaan dalam untung (profit) dan rugi (risk) itu akan lebih mewujudkan ekonomi yang lebih adil dan transparan karena masing-masing pihak mengetahui kondisi yang sebenarnya, apakah bank atau pihak pengelola mendapatkan keuntungan atau kerugian. Misalnya dalam hal bagi hasil, apabila keuntungan tinggi maka bagi hasil pun semakin tinggi, demikian juga berlaku sebaliknya jika keuntungan sedang rendah sehingga bagi hasil pun mengalami penurunan. Inilah salah satu bentuk dari keadilan dan transparansi konsep kemitraan perbankan syariah. Keunggulan lainnya terletak pada bagaimana dana penabung dimanfaatkan, dalam artian bahwa dana dari penabung dimanfaatkan pada bidang-bidang usaha yang jelas dan halal yang didasarkan atas prinsip-prinsip pengelolaan dengan sistem bagi hasil, jual beli, ataupun sewa. Selain itu dalam pemanfaatan dana penabung oleh Bank Syariah, pihak penabung dapat menentukan pada usaha-usaha apa saja dananya dapat diinvestasikan.

07 April 2009

KONSEP BISNIS WARALABA, HUKUM KONVENSIONAL VS HUKUM ISLAM

Ijtihad sebagai sumber hukum islam memberi peluang berkembangnya pemikiran umat islam dalam menghadapi segala persoalan di era globalisasi. Berbagai jenis transaksi muali muncul guna memnuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyak jenis transaksi baru yang menjanjikan keuntungan yang berlipat ganda dengan cara yang mudah dan simple. Di samping itu, terdapat pula peraturan perudang-undangan yang mengatur tentang transaksi ekonomi era modern ini yang dikeluarkan oleh otoritas pemerintah sebagai upaya penertiban transaksi ekonomi yang ada dan berkembang di masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama islam. Oleh karena mayoritas masyarakat di Indonesia beragama islam, maka hukum positif (ius contitutum) yang mengatur hal tersebut harus pula dikaji kejelasannya menurut hukum islam.

Akhir-akhir ini, kita sering mendengar kata waralaba/franchising, transaksi bisnis yang bertaraf franchise kini mulai marak karena selain biaya murah dan bahan sudah disediakan juga tidak terlalu memakan tempat yang begitu luas. Banyak model-model faranchising yang kini muncul disekitar kita, seperti makanan cepat saji ayam goring ala KFC, akan tetapi harganya di bawah KFC dan sebagainya. Disamping usaha yang demikian ternyata ada juga sistem waralaba/franchising yang menggunakan cara network marketing. Ini adalah sistem pemasaran yang menggunakan sistem costumer referal program, dimana masing-masing franchese dapat memiliki hak usaha dengan menjadi anggotanya hanya dengan modal yang sangat kecil.
Menurut pasal 1 PP No. 16 Tahun 1997 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran waralaba, pengertian waralaba (franchisee) adalah : “perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa”.Pada dasarnya Franchisee adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan usaha pendistribusian barang atau jasa di bawah nama identitas franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan oleh franchisor. Franchisor memberikan bantuan (assistance) terhadap franchise, sebagai imbalannya franchisee membayar jumlah uang berupa initial fee dan royalty.
Kalau dalam hukum islam, waralaba dengan model ini hampir serupa dengan model syirkah mudharabah (bagi hasil), tapi sedah mengalami perkembangan seiring berkembangnya zaman dan terdapat gabungan dengan jenis syirkah lainnya. Syirkah (persekutuan) dalam hukum islam banyak sekali jenisnya dan terdapat perbedaan oleh para imam madzhab. Dan perlu diketahui bahwa dalam pola transaksi yang diatur oleh hukum islam adalah menitikberatkan pada sisi moralitas yang lebih tinggi dari pada apapun.
Pada dasarnya dalam system waralaba terdapat tiga komponen yaitu : pertam, franchisor, yaitu pihak yang memiliki system atau cara-cara dalam berbisnis. Kedua, franchisee, yaitu pihak yang membeli franchise atau system dari franchisor sehingga memiliki hak untuk mejalankan bisnis dengan cara-cara yang dikembangkan oleh franchisor. Ketiga, franchise, yaitu system dan cara-cara bisnis itu sendiri, ini merupakan pengetahuan atau spesifikasi usaha dari franchisor yang dijual kepada franchise.Waralaba dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu waralaba merek dan produk dagang (product and trade franchise) dan waralaba format bisnis (business format franchise). Dalam Waralaba merek dagang dan produk, pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh Pemberi waralaba disertai dengan izin untuk menggunakan merek dagangnya. Atas pemberian izin pengunaan merek dagang tersebut pemberi waralaba mendapatkan suatu bentuk byaran royalty di muka, dan selajutnya dia juga mendapat keuntungan dari penjualan produknya. Misalnya: SPBU menggunakan nama/merek dagang PERTAMINA.
Sedangkan waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seorang kepada pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seorang yang sebelumnya belum terlatih menjadi terampil dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Waralaba format bisnis ini erdiri dari :
- konsep bisnis yang menyeluruh dari Pemberi waralaba.
- Adanya proses permulaan da pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba.
- Proses bantuan dan bimbingan terus-menerus dai pihak pemberi waralaba.
Dalam bisnis franchise ini, yang dapat diminta dari franchisor oleh franchisee dalah sebgai berikut:
- brand name yang meliputi logo, peralatan dan lain-lain.
- System dan manual operasional bisnis.
- Dukungan dalam beroperasi. Karena franchisor lebih mempunyai pengalaman luas.
- Pengawasan (monitoring). Untuk memastikan bahwa system yang disediakan dijalankan dengan baik dan benar scara konsisten.
- Penggabungan promosi/joint promotion, hal ini berkaitan dengan brand name.
- Pemasokan, ini berlaku bagi franchise tertentu, misalnya bagi franchisor yang merupakan supplier bahan makanan/minuman. Kadang franchisor juga memasok mesin-mesin atau peralatan yang diperlukan.
Franchisor yang baik biasanya ikut membantu franchisee untuk mendapatkan sumber dana modal dari investor (fund supply) seperti bank misalnya, meskipun itu jarang sekali.
Perjanjan waralaba adalah perjanjian formal. Hal tersebut dikarenakan perjanjian waralaba memang disyaratkan pada pasal 2 PP no. 16 Tahun 1997 untuk dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai perlindungan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba.
Secara umum dikenal adanya dua macam atau jenis kompensasi yang dapat diminta oleh pemberi waralaba (franchisor) dari penerima waralaba (franchisee). Pertama, konpensasi langsung dalam bentuk moneter (Direct monetary compensation) adalah lump sum payment dan royalty. Lump sum payment adalah suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu yang wajib dibayarkan oleh Penerima waralaba (franchisee) pada saat persetujuan pemberian waralaba disepakati. Sedangkan royalty adalah jumlah pembayaran yang dikaitkan dengan suatu presentasi tertentu yang dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan barang da/atau jasa yang diproduksi atau dijual berdasarkan perjanjian, baik disertai dengan ikatan suatu jumlah minimum atau maksimum jumlah royalty tertentu atau tidak.
Kedua, kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect and nonmenetary compensation). Meliputi antara lain keuntungan sebagai aibat dari penjualan barang modal atau bahan mentah, yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba, pembayaran dalam bentuk deviden ataupun bunga pinjaman dalam hal pemberi waralaba juga turut memberikan bantuan financial, baik dalam bentuk ekuitas atau dalam wujud pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang, cost shifting atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh pemberi waralaba, perolehan data pasar dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh penerima lisensi dan lain sebagainya.
Menurut pasal 3 ayat 1 PP no. 16 Tahun 1997, bahwa pemberi waralaba sebelum mengadakan perjanjian dengan penerima waralaba wajib menyampaikan keterangan-keterangan antara lain mengenai, nama pihak pemberi waralaba, hak atas kekayaan intelektual, persyaratan-persyaratan, bantuan dan fasilitas, hak dan kewajiban, pengakhiran, pembatalan dan perpanjangan perjanjian.
Untuk menciptakan system bisnis waralaba yang islami, diperlukan system nilai syariah sebagai filter moral bisnis yang bertujuan untuk menghindari berbagai penyimpangan bisnis (moral Hazard), yaitu Maysir (spekulasi), Asusila, Gharar (penipuan), Haram, Riba, Ikhtikar (penimbunan/monopoli), Dharar (berbahaya).Dalam hukum islam, kerja sama dalam hal jual beli dinamakan syirkah. Syirkah dibagi menjadi 3 bentuk yaitu :
1. Syirkah ibahah, yaitu : persekutuan hak semua orang untuk dibolehkan menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan seseorang.
2. Syirkah amlak (milik), yaitu : persekutuan antara dua orang atau lebih untuk memiliki suatu benda, syirkah amlak dibagi menjadi 2 :
3. Syirkah akad, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul dengan adanya perjanjian. Syirkah akad dibagi menjadi empat (4), yaitu :
- Syirkah amwal, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam modal/harta.
- Syirkah a’mal, yaitu perjanjian persekutuan antara dua orang atau lebih untuk menerima pekerjaan dari pihak ketiga yang akan dikerjakan bersama dengan ketentuan upah dibagi menjadi dua.
- Syirkah wujuh, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dengan modal harta dari pihak luar.
- Syirkah mudharabah, yaitu kemitraan (persekutuan) antara tenaga dan harta, seorang (supplier) memberikan hartanya kepada pihak lain (pengelola) yang digunakan untuk bisnis, dengan ketentuan bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh akan dibagi menurut kesepakatan kedua belah pihak. Dasarnya bentuk mudharabah adalah peminjaman uang untuk keperluan bisnis.Syirkah mudharabah ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu mudharabah mutlaqah dalam hal ini pemodal memberikan hartanya kepada pelaksana untuk dimudharabahkan dengan tidak menentukan jenis kerja, tempat dan waktu serta orang. Sedangkan mudharabah muqayyadah (terikat suatu syarat), adalah pemilik modal menentukan salah satu dari jenis di atas.
Bila diperhatikan dari sudut bentuk perjanjian yang diadakan waralaba (franchising) dapat dikemukakan bahwa perjanjian itu sebenarnya merupakan pengembangan dari bentuk kerjasama (syirkah). Hal ini disebabkan karena dengan adanya perjanjian franchising, maka secara otomatis antara franchisor dan franchisee terbentuk hubungan kerja sama untuk waktu tertentu (sesuai dengan perjanjian). Kerja sama tersebut dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan bagi kedua belah pihak. Dalam waralaba diterpkan prinsip keterbukaan dan kehati-hatian, hal ini sesuai dengan prinsip transaksi dalam islam yaitu gharar (ketidakjelasan).Bisnis waralaba ini pun mempunyai manfaat yang cukup berperan dalam meningkatkan pengembangan usaha kecil. Dari segi kemashlahatan usaha waralab ini juga bernilai positif sehingga dapat dibenarkan menurut hukum islam. Terdapat beberap indikasi di atas yang menyatakan bahwa secara garis besar system transaksi franchising ini diperbolehkan oleh hukum islam, tapi apakah hal tersebut telah ada atau telah dibahas detail dalam hukum islam? Untuk mengarah lebih lanjut penulis di bawah ini mencoba menganalisa sekilas perbandingan hukum positif di atas dengan hukum islam yang telah khususnya syirkah.
Suatu waralaba adalah bentuk perjanjian kerja sama (syirkah) yang sisinya memberikan hak & wewenang khusus kepada pihak penerima. Waralaba merupakan suatu perjanjian timbale balik, karena Pemberi waralaba (franchisor) maupun Penerima waralaba (franchisee) keduanya berkewajiabn untuk memenuhi prestasi tertentu. Setelah pemaparan yang panjang lebar mengenai franchising di atas, terdapat persamaan dan perbedaan franchising menurut hukum islam dan hukum positif.
Persamaannya adalah Pertama, franchising adalah kerjasama (syirkah) yang saling menguntungkan, berarti franchising memang dapat dikatakan kategori dari syirkah dalam hukum islam. Kedua, terdapat prestasi bagi penerima waralaba, hal ini sama dengan syirkah mudharabah muqayyadah. Ketiga, terdapat barang, jasa dan tenaga memenuhi salah satu syarat syirkah. Keempat, terdapat 2 orang atau lebih yang bertransaksi, sepakat, hal tertentu, ditulis (dicatat) dan oleh sebab tertentu sesuai dengan syarat akad, khususnya syirkah mudharabah.
Diatas telah dijelaskan bahwa franchising lebih hampir serupa dengan syirkah jenis mudharabah. Adapun perbedaannya terletak pada, Pertama, dalah syirkah mudharabah, modal harus berupa uang, tidak boleh barang. Sedangkan dalam franchising modal dapat dibantu oleh franchisor baik uang, barang atau tenaga professional. Kedua, dalam franchising terdapat kerja sama dalam bidang hak kekayaan intelektual (HAKI), yaitu merek dagang. Dan dalam hukum islam hal tersebut termasuk syirkah amlak (hak milik). Ketiga, tidak bolehnya kerja sama dalam hal berjualan barang haram, sedangkan dalam hukum positif tidak terdapat pembatasan terhadap hal tersebut, misal transaksi jual-beli babi atau anjing.
Dengan demikian waralaba (franchising) dapat dikategorikan ke dalam perkembangan syirkah mudharabah jenis muqayadah dimana pihak Penerima waralaba (franchisee) terikat oleh peraturan-peraturan yang diberikan oleh Pemberi waralaba atau dalam syirkah mudharabah disebut dengan pemberi modal. Perkembangannya adalah masuknya hak milik atau HAKI ke dalam transaksi, mungkin hal ini dapat dimasukkan syirkah ikhtiyariyah secara garis besar. Akan tetapi yang menjadi catatan disini, meskipun franchising ini diperbolehkan dengan alasan perkembangan syirkah, dalam waralaba harus mengikuti prinsip dasar transaksi dalam hukum islam dan barang yang dibuat untuk transaksi tidak bertentangan dengan syara’ atau barang-barang/hewan yang diharamkan untuk diperjualbelikan dalam islam.

UPAH DAN PESANGON BURUH

Pada pertengahan tahun 2006 kontroversi mengenai revisi Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Revisi UU ini diharapakan untuk memperbaiki iklim investasi dan ekonomi bangsa Indonesia pasca krisis. Meski revisi UU ini tak seheboh RUU Antipornografi dan Pornoaksi, tapi sudah melibatkan tripartite (pemerintah, pengusaha dan buruh). Hubungan industrial yang kurang sehat dengan banyaknya demo para buruh, khususnya mengenai upah dinilai oleh sebagian pengusaha merupakan kerugian yang besar. Dan pemberian upah yang minim tanpa mempertimbangkan kebutuhan ekonomi buruh dinilai sebagian besar buruh sebagai penindasan dan pelecehan terhadap sumbangsih kinerjanya.Paradigma dasar inilah yang saat ini terus berkembang. Meski tujuan revisi UU ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menciptakan hubungan industrial yang baik dan harmonis antara pekerja dan pengusaha yang mengarah kepada kemitraan dan menarik masuknya investasi. Akan tetapi pandangan buruh sebagai pekerja di perusahaan tidak sepenuhnya seperti itu. Revisi UU ini hanya dimaksudkan untuk memasung hak-hak buruh. Oleh karena itu pembahasan revisi UU ketenagakerjaan sampai saat ini masih a lot.Urgensi permaslahan ini terletak pada 4 masalah yaitu, outsourcing, Upah buruh, Pesangon dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Penetapan upah buruh yang sudah desentralisasi tergantung dengan daerah masing-masing memang sebuah terobosan yang sinkron dengan era otonomi daerah. Akan tetapi hal ini bisa saja menimbulkan persoalan baru, karena dapat timbul perasaan iri antar buruh antar daerah satu dengan daerah yang lainnya. Oleh karena itu perlu metode dan konsep penetapan upah yang sesuai dengan masing-masing daerah yang ada di Indonesia.Pasca ditolaknya revisi UU ketenagakerjaan oleh sebagian besar anggota DPR RI dan DPD, Pemerintah mengalihkan perhatiannya dengan membuat peraturan perundang-undangan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Rencana PP ini mengatur 4 klausul controversial di atas, khususnya mengenai pesangon. Perubahan pelembagaan dalam pemberian pesangon merupakan terobosan pemerintah untuk menghindari perusahan-perusahan yang bangkrut kemudian pesangon tidak dibayarkan kepada buruh, akhirnya buruh pengangguran dan tidak dapat pesangon dari perusahaan.Pembayaran pesangon yang sebelumnya diamanatkan kepada masing-masing perusahaan akan dialihkan kepada PT Jamsostek. Dengan pengalihan ini diharapkan pengusaha membayar pesangon pekerjanya kepada PT Jamsostek tiap bulan yang berasal dari pemotongan upah buruh. Upaya ini diprediksi dapat mengantisipasi supaya pesangon buruh tetap terbayar apabila perusahaan bangkrut atau pailit. Hal ini merupakan peningkatan jaminan social bagi tenaga kerja.Upah dan pesangon buruh selalu dijadikan kambing hitam bagi tidak sehatnya iklim investasi di Indonesia. Memberi kesan bahwa, seolah-olah hanya upah dan pesangon yang menjadi penyebab tidak sehatnya iklim investasi, padahal masih banyak factor yang mepengaruhi iklim investasi, seperti bidang perpajakan, bea cukai, prosedur birokrasi yang berbelit-belit khususnya mengenai perijinan dan sebagainya. Kedudukan upah dan pesangon sebagai sarana penunjang kesejahteraan buruh disamping jaminan social yang lain merupakan ruang lingkup yang cukup luas, apabila dihubungkan dengan peningkatan produktivitas sebuah perusahaan. Banyak factor untuk meningkatkan produktivitas antara lain, kebijakan pemerintah, hubungan industrial yang baik, manjemen perusahaan yang bagus, keselamatan dan kesehatan pekerja, sarana produksi dan teknologi, upah & pesangon, jamsostek, keamanan, dan peningkatan sumber daya manusia dalam hal ini buruh atau pekerja dengan pendidikan, pelatihan, motivasi kerja, sikap mental dan fisik.Factor-faktor di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lainnya dalam peningkatan produktivitas. Di antara factor-faktor di atas yang sering menjadi pemicu kontroversi atau hubungan bipatrit (pengusaha dengan pekerja) yang tidak sehat adalah upah dan pesangon. Karena upah dan pesangon ini sangat erat hubungannya dengan harga produksi dan penambahan atau pengurangan tenaga kerja (buruh). Hal inilah yang dilematis dalam hubungan industrial khususnya hubungan bipatrit. Penetapan upah dan pesangon yang terkadang kurang mempertimbangkan factor ekonomi dari buruh menimbulkan reaksi yang keras dari buruh. Begitu juga sebaliknya penetapan upah dan pesangon yang terlalu memanjakan buruh dapat menjadi boomerang bagi pengusaha dan ujung-ujungnya PHK dan pengangguran dimana-mana. Maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam menetapkan upah dan pesangon, supaya hubungan industrial bipatrit membaik dan kondusif.

16 Februari 2009

Perlindungan Saksi Dalam Pemberantasan Korupsi

Dalam suatu perkara pidana yang sedang diproses oleh pihak penegak hukum, pada prinsipnya keberadaan saksi sangat menentukan sekali. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa berhasil atau tidaknya pemberantasan tindak pidana korupsi salah satunya ditentukan pula oleh keberadaan aturan mengenai saksi dan perlindungan saksi. Saksi dan perlindungan saksi adalah dua instrument yang sangat penting. Tanpa kehadiran saksi sangat sulit memulai proses hukum dalam tindak pidana korupsi, baik mulai dari penyelidikan, penyidikan serta penuntutan hingga penjatuhan hukuman (vonis).

Menurut Pasal 1 butir ke 26 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dimaksud dengan saksi adalah Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Pada umumnya saksi dalam kasus tindak pidana korupsi biasanya enggan untuk memberikan kesaksiannya karena belum ada terdapat instrument hukum yaitu berupa perlindungan saksi yang memadai dalam perundang-undangan kita. Secara signifikan kita semua maklum bahwa para pelaku tindak pidana korupsi, terutama dalam kasus-kasus korupsi besar (big corruption) biasanya dilakukan oleh beberapa orang atau oleh orang-orang yang berpengaruh baik karena kekuasaannya (powers) maupun kemampuan finansialnya didalam masyarakat.

Memang di satu sisi negara mengharapkan pertisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi seperti yang tercantum pada Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah menjadi Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu pemerintah menghargai mereka yang berperan serta dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun di sisi lain tidak tersedia kecukupan instrument hukum yang mengatur tentang perlindungan saksi dalam suatu tindak pidana korupsi khususnya dan tindak pidana kejahatan lain pada umumnya.
Saksi tanpa adanya instrument hukum perlindungan saksi dimungkinkan bisa terkena serangan balik berupa tuntutan pencemaran nama baik (defamation) oleh si pelaku tindak pidana itu sendiri. Belum tersedianya ketentuan hukum mengenai perlindungan saksi di dalam kasus-kasus korupsi sangat terkait erat dengan kebijakan politik (political will) dari penyelenggara negara baik di kalangan eksekutif maupun legislatif serta yudikatif dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Tanpa saksi dalam pengungkapan suatu tindak pidana umumnya dan tindak pidana korupsi khususnya dapat mengakibatkan tidak terungkapnya kasus korupsi tersebut dengan sempurna dan dapat membuat kasus tersebut tidak terselesaikan dengan tuntas, dan sewajarnyalah bila saksi mendapatkan perlindungan di depan hukum karena perannya dalam mengungkap suatu tindak pidana kejahatan.

Dalam Penjelasan Pasal 159 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dijelaskan bahwa menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Bila kita perhatikan ketentuan Pasal 159 (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut, maka apabila seseorang yang tidak bersedia menjadi saksi akan mendapatkan ancaman pidana dari negara, dimana menurut semestinya tiap orang yang menjadi saksi hendaknya secara sukarela mau memenuhi kewajiban hukumnya tersebut.

Sehubungan dengan perlindungan saksi, menurut ketentuan Pasal 15 huruf a Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 27 Desember 2002, sebenarnya mewajibkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan perlindungan terhadap saksi yang menyampaikan laporannya atau memberikan keterangan dalam kasus-kasus korupsi. Akan tetapi ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini tidak merinci secara tegas dan jelas dengan mekanisme yang bagaimana perlindungan saksi yang dimaksudkan, karena perundang-undangan yang ada tidak menyebutkan jaminan hukum bagi saksi dalam mengungkapkan suatu kasus tindak pidana korupsi. Misalnya jaminan untuk tidak dituntut balik atas laporan atau kesaksian yang diberikan. Sehingga diharapkan pemerintah berkewajiban untuk dapat segera menindak lanjutinya dengan membuat suatu aturan hukum yang tegas dan jelas agar keberadaan saksi dalam hal mengungkap suatu kejahatan mendapat perlindungan hukum dari negara. Begitu pula hendaknya perlindungan terhadap saksi yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan dalam terjadinya tindak pidana korupsi baik sejak tingkat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai pemeriksaan di sidang pengadilan.

Merupakan salah satu indikasi juga di dalam dunia peradilan kita, bahwa salah satu hal yang menyebabkan perkara tindak pidana korupsi tidak banyak disidangkan adalah tidak terdapatnya aturan hukum mengenai jaminan terhadap Perlindungan Saksi baik di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 maupun dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku saat ini.

07 Februari 2009

Bisnis Sampingan Hasil Menguntungkan

Renungkan !
Jika orang lain yakin pada Anda dan mempekerjakan Anda serta mereka pikir, Anda dapat menghasilkan uang untuk mereka.
Mengapa Anda tidak bekerja dan menghasilkan uang untuk Anda sendiri serta mewujudkan Rencana Masa Depan Anda !!!

Maukah Anda mempunyai SUMBER PENGHASILAN yang akan memberikan uang kertas setiap hari kepada Anda ???
Maukah Anda hidup – mempunyai uang simpanan ratusan juta rupiah di Bank – tanpa perlu peras keringat banting tulang untuk membuat kaya orang lain ???
Maukah Anda mempunyai satu perusahaan yang sah, (PT. Duta Future International, SIUP : 510/2-0077-DISKUKM & PERINDAG/2008 TDP : 101115113715, NPWP : 02.789.009.4-429.000, Pengesahan Menteri Hukum & HAM RI Nomor : AHU-09853.AH.01.01. Tahun 2008) yang dapat dijalankan secara sampingan atau sepenuhnya dan memberikan jutaan rupiah setiap minggu kepada Anda ???
Kami menawarkan usaha yang mudah anda jalankan...!!!

Usaha yang kami tawarkan merupakan usaha Personal Franchise (waralaba pribadi). Hanya dengan bekerja sama dengan perusahaan DBS Anda dapat membangun Aset masa depan Anda sendiri. Anda tidak perlu membayar lisensi yang besarnya milyaran seperti waralaba pada umumnya Anda hanya perlu membeli lisensi Rp.200.000,- untuk mendapatkan HAK USAHA (HU) waralaba pribadi dari PT. DUTA FUTURE INTERNATIONAL. Sebagai mitra kerja, Anda akan mendapatkan komisi yang suatu saat nanti besarnya bahkan melebihi penghasilan orang yang membeli hak waralaba seperti : Alfamart bahkan Mc donalds..

Biaya pendaftaran/investasi Rp.200.000,- untuk HU pertama (Kartu EC) & Rp.150.000,- untuk penambahan HU (kartu reguler). Anda akan mendapatkan:

1. Hak Keagenan Pulsa
Dengan hak Keakegenan Pulsa ini anda dapat menjual Pulsa (One Chip All Operator) dan mendapatkan keuntungan secara langsung dari selisih harga modal dengan harga penjualan anda. Untuk jualan pulsa anda tidak dituntut dengan adanya target penjualan ataupun keharusan untuk deposit. Bahkan anda bisa jualan dan memperoleh Bonus pulsa setiap minggu tanpa harus Deposit.
2. Fasilitas SMS MURAH & SMS SUPER MURAH (GPRS)
3. Kartu Diskon di lebih dari 5000 Merchant Ternama
4. Diskon Pembelian Motor
5. Training & Seminar-seminar Pengembangan Diri
6. Education Pack (Termasuk e-book senilai lebih dari Rp.750.000,-)
7. Program CRP (Customer Refferal Program)

Hanya dengan investasi Rp.200.000,- untuk HU pertama (Kartu EC) & Rp.150.000,- untuk penambahan HU dan dengan Anda mereferensikan Program Pulsa Gratis ini kepada rekan Anda, maka Anda akan mendapatkan:

1. Bonus Refferal
Bonus ini didapatkan saat Anda memperkenalkan orang baru untuk direkrut menjadi jaringan Anda. Setiap Anda mendapatkan member / agen baru, Anda akan mendapatkan Rp.20.000. Bonus ini didapatkan hanya oleh 1 orang yang mengajak (mereferensikan) saja. Upline-upline yang tidak mensponsori tidak mendapatkan bonus ini. Semakin banyak orang yang anda sponsori, semakin besar bonus sponsor Anda. Jika Anda mensponsori lebih dari 3 orang, maka anggota yang ke-3 atau selebihnya dapat ditempatkan di bawah anggota 1 atau 2. Contohnya, jika Anda berhasil mengajak si A dan si B, Anda akan mendapatkan bonus sponsor Rp.20.000 x 2 = Rp.40.000. Jika Anda ingin ingin mengajak lebih dari dua orang, misalnya si C, Anda dapat menaruh si C (melalui virtual office atau handphone Anda) di bawah si A atau si B. Dalam contoh diatas, si C Anda tempatkan dibawah si A. Maka, Anda akan mendapat lagi bonus sponsor sebesar Rp.20.000.-

2. Bonus Matching
Bonus ini adalah bonus perkembangan jaringan Anda. Bonus ini akan Anda dapatkan ketika ada keseimbangan jumlah account anggota di jaringan Anda di kaki sebelah kiri dan kanan, besarnya: Rp.30.000,- ( Rp 22.500 rupiah cash + 7.500 Deposit Pulsa) untuk setiap pasangnya. Jadi bila ada anggota di kaki kiri dan kanan yang bisa dipasangkan Anda akan mendapatkan bonus pasangan. Otomatis program komputer yang akan menghitung ini semua, Anda tidak perlu pusing-pusing untuk menghitung bonus Anda. Bonus ini selain bonus yang terbesar di bisnis ini juga berpotensial sebagai pasif income Anda nantinya jika jaringan Anda sudah berkembang besar. Khusus untuk bonus ini, agar perusahaan tidak merugi, perusahaan membatasi bonus pasangan setiap harinya. Setiap hari maksimal bonus pasangan yang dapat Anda terima adalah 12 pasang (Flushout). Jadi penghasilan Anda per hari maksimal sebesar: 12 pasang x Rp 22.500 = Rp 270.000 dan 12 pasang x Rp 7.500 = Rp 90.000 Deposit Pulsa. Jika lebih, disebut flush out . Misalnya jika terdapat 13 anggota baru dikaki kiri dan 15 anggota baru dikaki kanan, maka bonus pasangan Anda yang seharusnya 13 pasang (ada 2 anggota dikaki kanan yang menunggu dipasangkan dikaki kiri) tetap akan dihitung 12 pasang, 1 pasang sisanya akan masuk ke perusahaan. Jika flush out terjadi, Anda berkesempatan memperoleh poin untuk mendapatkan reward.

3. Bonus Development
Anda akan mendapatkan Rp.1000 untuk setiap member yang ada di jaringan Anda sampai kedalaman 20 Generasi. Komisi ini untuk mengantisipasi apabila jaringan Anda berat sebelah (tidak seimbang) atau hanya 1 kaki yang jalan. Apabila keadaan itu terjadi, maka Anda tidak akan mendapatkan komisi pasangan. Maka komisi titik tetap dapat menghidupi Anda. Apabila kedua kaki Anda berupa binary sempurna (seimbang) maka sampai di Generasi ke-20 total anggota di jaringan Anda sebanyak 2.097.150 anggota, berarti komisi titik yang bisa Anda dapatkan Rp. 2.097.150.000.-. Pada kenyataannya, kecil kemungkinan terjadi jaringan Anda betul-betul sempurna, namun jika jumlah anggota Anda 50% dari sempurna saja, berarti Anda akan mendapatkan bonus titik sebesar Rp.1 milliar!! Lebih pahit lagi jika 25% aja dari sempurna, Anda akan mendapatkan sebesar Rp.500juta. Apakah ada Anda akan menolaknya?

4. Bonus Generasi
Bonus Generasi Duplikasi adalah bonus sebesar Rp.2000,-/ member / Generasi yang Anda dapatkan ketika Generasi I, II, ataupun III di jaringan Anda mendapatkan Komisi Pasangan sampai kedalaman tak terbatas (karena dibatasi flush out maka sehari maksimal 12 pasang/anggota di jaringan Anda/Generasi).
Generasi I adalah orang-orang yang Anda sponsori.
Generasi II adalah orang-orang yang disponsori generasi I Anda.
Generasi III adalah orang-orang yang disponsori generasi II Anda.

Bonus ini diberikan sebagai insentif kepada anggota mengingat tidak ada anggota yang memiliki jaringan sempurna (sering kakinya besar sebelah). Jika tadinya Anda tidak mendapatkan komisi yang besar jika membantu kaki “gajah” Anda (kecuali bonus titik), maka sekarang setiap ada pertambahan di kaki “gajah” Anda, selama bisa dipasangkan untuk generasi I/II/III, Anda akan mendapatkan komisi yang besar pula.
Dengan asumsi masing-masing anggota mensponsori 5, dan masing masing dari mereka mensponsori 5 orang sampai generasi III maka potensi penghasilan Anda :
Generasi I : 5 X Rp. 2000,- X 12 = Rp. 120.000,- / hari / HU
Generasi II : 25 X Rp. 2000,- X 12 = Rp. 600.000,- / hari / HU
Generasi III : 125 X Rp. 2000,- X 12 = Rp. 3.000.000,- / hari / HU
Dari perhitungan diatas terlihat potensi Bonus Generasi Duplikasi Anda adalah Rp. 3.720.000,-/hari.

5. Royalti Keagenan
Bonus bulanan, yang di dapat dari total pembelian Pulsa Keagenan dari jaringan Anda dari Generasi 1 sampai Generasi 10 sebesar Rp. 10,-/transaksi. Sistem akan mencari secara otomatis Member yang melakukan transaksi sampai 10 Level ke bawah. Member di jaringan Anda yang pada bulan tersebut tidak melakukan transaksi tidak akan masuk perhitungan dan digantikan oleh Level bawahnya (Kompres / Push Up)

6. Bonus Reward
Reward akan diberikan kepada anggota yang berprestasi dalam menjalankan bisnis ini. Penilaian prestasi menggunakan sistem flush out. 1 poin terhitung jika terdapat 13 pasang dalam 1 hari.
Jenis-Jenis Reward
1 poin : Polis Asuransi kecelakaan Gratis dengan pertanggungan senilai Rp.10.000.000,-
15 poin : Televisi senilai Rp.1.000.000,- + Pin & Sertifikat
30 poin : Handphone senilai Rp.2.000.000,- + Pin & Sertifikat
75 poin : Laptop senilai Rp.5.000.000,- + Pin & Sertifikat
100 poin : Infokus (LCD Projector) senilai Rp.6.500.000,- + Pin & Sertifikat
150 poin : Motor Rp. 15.000.000,- + Pin & Sertifikat
425 poin : Program Religi ke tanah suci Rp. 30.000.000,- + Pin & Sertifikat
1000 poin : Mercedes Benz C240 / Mazda RX-8 senilai Rp. 500.000.000,- + Pin & Sertifikat
2000 poin : Rumah Mewah senilai Rp.1.500.000.000,- + Pin & Sertifikat


PREDIKSI TERBURUK MENJALANKAN CUST. REFFERAL PROGRAM DFI SELAMA 1 TAHUN:
Misalkan Anda hanya ingin memperkenalkan bisnis ini di bulan pertama saja, selanjutnya Anda hanya ingin membantu anggota baru Anda saja. Dari ratusan orang yang telah Anda kenal, hanya dua orang saja yang Anda ajak ke dalam bisnis ini. Di bulan berikutnya, kedua anggota Anda tersebut juga hanya bisa mengajak masing-masing dua orang, sehingga di bulan kedua terdapat 4 anggota baru di jaringan Anda. Proses ini berlangsung sama (ter-duplikasi) ke seluruh jaringan Anda, yaitu masing-masing anggota baru hanya mengajak 2 orang di bulan pertama, selanjutnya hanya membantu anggota baru di masing-masing jaringannya untuk mendapatkan dua orang, begitu seterusnya.

Maka jika Anda menjalankan bisnis ini selama 1 tahun atau 12 bulan, jumlah anggota dan komisi pasangan baru di jaringan Anda:

Bulan ke- Anggota Baru Komisi Pasangan Cash Bonus Pasangan Pulsa
1 2 Rp 22,500 7,500
2 4 Rp 45,000 15,000
3 8 Rp 90,000 30,000
4 16 Rp 180,000 60,000
5 32 Rp 360,000 120,000
6 64 Rp 720,000 240,000
7 128 Rp 1,440,000 480,000
8 256 Rp 2,880,000 960,000
9 512 Rp 5,760,000 1,920,000
10 1024 Rp 11,520,000 3,840,000
11 2048 Rp 23,040,000 7,680,000
12 4096 Rp 46,080,000 15,360,000

total Rp 92,137,500 30,712,500

Apabila Anda telah memutuskan untuk bergabung dalam klub passive income kami, dan untuk dapat mendengarkan paparan usaha ini lebih rinci, serta bagaimana cara meraih KESUKSESAN di bisnis DBS secara CEPAT & DAHSYAT!!

anda dapat mengirim Email Ke sigit_982002@yahoo.com

02 Februari 2009

Asas Legalitas

Asas legalitas telah diatur secara berbeda dibandingkan Wetboek
van Straftrecht (WvS). Asas legalitas pada dasarnya menghendaki: (i) peruatan yang
dilarang harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, (ii) peraturan tersebut
harus ada sebelum perbuatan yang dilarang itu dilakukan. Tetapi, adagium nullum delictum,
nulla poena sine praevia lege poenali telah mengalami pergeseran, seperti dapat dilihat
dalam Pasal 1 Rancangan KUHP berikut ini:
(1) Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali
perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat
perbuatan itu dilakukan.
(2) Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan
analogi.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi
berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan
bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak
diatur dalam peraturan perundang undangan.
(4) Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
dan/atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat
bangsa-bangsa.
Sebagian ahli hukum pidana menganggap bahwa pengaturan tersebut merupakan perluasan
dari asas legalitas. Tetapi, sebagian lagi menganggap pengaturan tersebut sebagai
kemunduran, terutama bunyi Pasal 1 ayat (3). Akibatnya, timbul perdebatan di antara para
yuris Indonesia, bahkan yuris Belanda. Perdebatan ini seolah mengulang perdebatan lama
ketika Kerajaan Belanda akan memberlakukan KUHP di Hindia Belanda, yaitu apakah
akan diberlakukan bagi seluruh lapisan masyarakat di Hindia Belanda atau tidak.1 Namun,
Van Vollenhoven menentang keras jika KUHP diberlakukan juga kepada pribumi.
Pengaturan Pasal 1 ayat (3) Rancangan KUHP kontradiktif dengan Pasal 1 ayat (2) yang
melarang penggunaan analogi. Padahal Pasal 1 ayat (3), menurut Prof. Andi Hamzah,
merupakan analogi yang bersifat gesetz analogi, yaitu analogi terhadap perbuatan yang
sama sekali tidak terdapat dalam hukum pidana. Selanjutnya, menurut Prof. Andi Hamzah,
1 Pada saat itu masyarakat Hindia Belanda dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: Eropa, Timur
Asing, dan Pribumi.
POSITION PAPER ADVOKASI RUU KUHP SERI #1
“Asas Legalitas Dalam Rancangan KUHP”
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) 4
pelarangan analogi dalam Pasal 1 ayat (2) lebih pada recht analogi, yaitu analogi terhadap
perbuatan yang mempunyai kemiripan dengan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana.
Melalui pengaturan Pasal 1 ayat (3) Rancangan KUHP, bisa saja seseorang dapat dituntut
dan dipidana atas dasar hukum yang hidup dalam masyarakat, walaupun perbuatan tersebut
tidak dinyatakan dilarang dalam perundang-undangan. Padahal, seharusnya asas legalitas
merupakan suatu safeguard bagi perlindungan, penghormatan dan penegakan hak asasi
manusia, yang menghendaki adanya batasan terhadap penghukuman terhadap seseorang.
Selain itu, hukum yang hidup dalam masyarakat (The Living Law) sangat luas
pengertiannya. Tercakup di situ antara lain hukum adat, hukum kebiasaan, hukum lokal,
bahkan bisa jadi hukum lain yang dianggap hidup dalam masyarakat, seperti pemberlakuan
Syariat Islam di Nangroe Aceh Darussalam.
Melalui pemaparan di atas, setidaknya terdapat dua masalah penting yang perlu dibahas,
yaitu: masalah asas legalitas dan ‘hukum yang hidup dalam masyarakat’. Dari pokok
masalah tersebut, ada beberapa permasalahan yang muncul, antara lain:
 Apakah pengaturan asas legalitas dalam Rancangan KUHP tidak bertentangan secara
konseptual dengan asas legalitas itu sendiri;
 Apabila asas legalitas dalam Rancangan KUHP itu diterima, apa akibat yang dapat
timbul dalam tatanan hukum pidana;
 Apakah akibat yang dapat timbul dengan diakomodasinya ‘The Living Law’ ke dalam
asas legalitas; dan
 Bagaimana seharusnya ‘The Living Law’ ditempatkan dalam tatanan hukum, perlukah
ia diformalkan dalam undang-undang.