SEMOGA INFORMASI INI BERGUNA BUAT ANDA

07 April 2009

UPAH DAN PESANGON BURUH

Pada pertengahan tahun 2006 kontroversi mengenai revisi Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Revisi UU ini diharapakan untuk memperbaiki iklim investasi dan ekonomi bangsa Indonesia pasca krisis. Meski revisi UU ini tak seheboh RUU Antipornografi dan Pornoaksi, tapi sudah melibatkan tripartite (pemerintah, pengusaha dan buruh). Hubungan industrial yang kurang sehat dengan banyaknya demo para buruh, khususnya mengenai upah dinilai oleh sebagian pengusaha merupakan kerugian yang besar. Dan pemberian upah yang minim tanpa mempertimbangkan kebutuhan ekonomi buruh dinilai sebagian besar buruh sebagai penindasan dan pelecehan terhadap sumbangsih kinerjanya.Paradigma dasar inilah yang saat ini terus berkembang. Meski tujuan revisi UU ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menciptakan hubungan industrial yang baik dan harmonis antara pekerja dan pengusaha yang mengarah kepada kemitraan dan menarik masuknya investasi. Akan tetapi pandangan buruh sebagai pekerja di perusahaan tidak sepenuhnya seperti itu. Revisi UU ini hanya dimaksudkan untuk memasung hak-hak buruh. Oleh karena itu pembahasan revisi UU ketenagakerjaan sampai saat ini masih a lot.Urgensi permaslahan ini terletak pada 4 masalah yaitu, outsourcing, Upah buruh, Pesangon dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Penetapan upah buruh yang sudah desentralisasi tergantung dengan daerah masing-masing memang sebuah terobosan yang sinkron dengan era otonomi daerah. Akan tetapi hal ini bisa saja menimbulkan persoalan baru, karena dapat timbul perasaan iri antar buruh antar daerah satu dengan daerah yang lainnya. Oleh karena itu perlu metode dan konsep penetapan upah yang sesuai dengan masing-masing daerah yang ada di Indonesia.Pasca ditolaknya revisi UU ketenagakerjaan oleh sebagian besar anggota DPR RI dan DPD, Pemerintah mengalihkan perhatiannya dengan membuat peraturan perundang-undangan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Rencana PP ini mengatur 4 klausul controversial di atas, khususnya mengenai pesangon. Perubahan pelembagaan dalam pemberian pesangon merupakan terobosan pemerintah untuk menghindari perusahan-perusahan yang bangkrut kemudian pesangon tidak dibayarkan kepada buruh, akhirnya buruh pengangguran dan tidak dapat pesangon dari perusahaan.Pembayaran pesangon yang sebelumnya diamanatkan kepada masing-masing perusahaan akan dialihkan kepada PT Jamsostek. Dengan pengalihan ini diharapkan pengusaha membayar pesangon pekerjanya kepada PT Jamsostek tiap bulan yang berasal dari pemotongan upah buruh. Upaya ini diprediksi dapat mengantisipasi supaya pesangon buruh tetap terbayar apabila perusahaan bangkrut atau pailit. Hal ini merupakan peningkatan jaminan social bagi tenaga kerja.Upah dan pesangon buruh selalu dijadikan kambing hitam bagi tidak sehatnya iklim investasi di Indonesia. Memberi kesan bahwa, seolah-olah hanya upah dan pesangon yang menjadi penyebab tidak sehatnya iklim investasi, padahal masih banyak factor yang mepengaruhi iklim investasi, seperti bidang perpajakan, bea cukai, prosedur birokrasi yang berbelit-belit khususnya mengenai perijinan dan sebagainya. Kedudukan upah dan pesangon sebagai sarana penunjang kesejahteraan buruh disamping jaminan social yang lain merupakan ruang lingkup yang cukup luas, apabila dihubungkan dengan peningkatan produktivitas sebuah perusahaan. Banyak factor untuk meningkatkan produktivitas antara lain, kebijakan pemerintah, hubungan industrial yang baik, manjemen perusahaan yang bagus, keselamatan dan kesehatan pekerja, sarana produksi dan teknologi, upah & pesangon, jamsostek, keamanan, dan peningkatan sumber daya manusia dalam hal ini buruh atau pekerja dengan pendidikan, pelatihan, motivasi kerja, sikap mental dan fisik.Factor-faktor di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lainnya dalam peningkatan produktivitas. Di antara factor-faktor di atas yang sering menjadi pemicu kontroversi atau hubungan bipatrit (pengusaha dengan pekerja) yang tidak sehat adalah upah dan pesangon. Karena upah dan pesangon ini sangat erat hubungannya dengan harga produksi dan penambahan atau pengurangan tenaga kerja (buruh). Hal inilah yang dilematis dalam hubungan industrial khususnya hubungan bipatrit. Penetapan upah dan pesangon yang terkadang kurang mempertimbangkan factor ekonomi dari buruh menimbulkan reaksi yang keras dari buruh. Begitu juga sebaliknya penetapan upah dan pesangon yang terlalu memanjakan buruh dapat menjadi boomerang bagi pengusaha dan ujung-ujungnya PHK dan pengangguran dimana-mana. Maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam menetapkan upah dan pesangon, supaya hubungan industrial bipatrit membaik dan kondusif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar